Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Minggu, 25 Desember 2011

230211-rabu(kamis)-maulid nabi dan teloransi


Photo: Noorhalis Majid

PERINGATAN MAULID JANGAN CUMA HANYA SIMBOL

BANJARMASIN – Tidak dikota maupun didaerah, dari 12 Rabiul Awal 1432 H, bertepatan pada 15 Februari 2011 seluruh kaum muslim merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi warisan peradaban Islam turun temurun yang juga selalu dilaksanakan terutama di Banjarmasin, baik oleh masyarakat, lembaga ataupun instansi pemerintah.
Namun, seringkali peringatan Maulid hanya menjadi tradisi rutin tahunan tanpa menyentuh makna Rahmatan Lil Alamin dari keteladanan Nabi Muhammad SAW. Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad.
Noorhalis Majid, salah satu tokoh lintas Agama Kalsel, pada Selasa (22/2) sore menuturkan “Nabi diturunkan dalam rangka untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Maka point utama daripada peringatan Maulid selain dari meneladani akhlak Nabi, yaitu bagaimana menjadikan Islam sebagai agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dengan memberi rahmat bagi sekalian alam berarti juga membangun teloransi antar umat beragama. Karena rahmat bagi sekalian alam itu artinya memberikan keselamatan, kesejahteraan, keamanan, kedamaian, bagi semua orang termasuk orang-orang yang berbeda keimanan dengan kita.
Pujian, sanjungan dan mengingat perjuangan nabi itu satu hal. Tetapi meneladani sikap dan prilaku, kemudian subtansi dari kehadiran dan perjuanga Nabi itu lebih penting” katanya.
Menurut Noorhalis “banyak kelompok yang mengatakan memperjuangkan Islam, malah tidak meneladani sebenar-benarnya perjuangan Nabi. Seperti diketahui, Nabi itu tidak pernah memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Nabi terus melakukan dakwah, menyampaikan kebenaran-kebenaran tanpa pemaksaan. Bahkan kepada pamannya sendiri, Nabi tidak memaksakan, karena ketika Nabi mencoba memaksakan keimanan kepada pamannya, Tuhan menegur Nabi.
Sebab yang mengatur keimanan itu adalah kewenangan Tuhan, bukan kewenangan kita manusia. Yang paling penting adalah kita memberi suri tauladan kepada umat lainnya. Kalau umat Islam itu adalah umat yang utama. Maka yang dimaksud umat yang utama ialah memberi suri tauladan yang utama.”
Ditambahkannya “sedangkan suri tauladan yang utama, misalnya dalam soal kebersihan, umat Islam harus lebih bersih dari umat lainnya. Dalam soal ketertiban lalu lintas umat Islam harus lebih tertib dari umat lainnya. Dalam soal kejujuran, umat Islam harus lebih jujur dari umat lainnya. Begitu juga dalam soal tata lingkungan, kehijauan dan yang lainnya, umat Islam harus lebih dari umat lainnya”ujarnya.
Noorhalis menegaskan “bukan berarti pengertian yang utama itu sebagai mayoritas, lalu kemudian menindas yang minoritas. Seharusnya umat Islam sebagai umat pilihan, memberi contoh pada yang lainnya, dan bersikap lebih baik.
Kalau semata-mata hanya mengedepakan simbol, tanpa mengedepankan subtansi dari agama, maka itu tidak ada artinya” pungkasnya. ara/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar