Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Jumat, 23 Desember 2011

301210-kamis(jumat)-anugerah budaya 2010.dr sulisno1

FENOMENA SEMARAKNYA ANUGERAH BUDAYA DI 2010

BANJARMASIN – Mendekati akhir 2010 di Banjarmasin, banyak fenomena anugerah budaya yang diberikan. Baik oleh pemerintah maupun oleh institusi atau suatu kelompok tertentu kepada seseorang yang mereka anggap pantas menerima penghargaan berdasarkan versi kriteria masing-masing.
Dalam suatu perbincangan dengan Sulisno, S Sn, M A, ia berkata(30/12) “hal ini menjadi menarik untuk diamati karena orang yang menerima penghargaan tersebut, dari tahun-ketahun hanya didominasi oleh orang yang terkadang sama. Yang akhirnya menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada lagi ruang bagi yang lain? atau hanya karena orang yang diberi penghargaan itu mempunyai kekuasaan tertentu ataupun karena dekat dengan penyelenggara pemberi penghargaan!”
Sulisno mencontohkan “seperti acara penganugerahan budaya yang disertai pentas kesenian Banjar yang hampir punah diselenggarakan di Taman Budaya Kalsel baru-baru tadi. Acara tahunan ini merupakan kali kedua setelah 2009. Inipun juga menimbulkan pertanyaan kembali, untuk apa kesenian tradisi yang sudah tidak lagi diminati masyarakat ditampilkan lagi? Apakah sebuah penghargaan akan mampu menghidupkan kesenian tradisi itu sendiri?”
Sulisno melanjutkan “masalah kesenian tradisi yang terancam punah merupakan masalah klise yang terjadi di hampir semua tempat. Modernitas dengan segala produk dan efek globalitasnya sering dianggap sebagai sumber masalah ini. Tetapi di Bali justru sebaliknya. Globalisasi, dengan efek keseragaman budaya yang sering dikhawatirkan itu, di sisi lain justru menjadikan perbedaan lokalitas semakin berharga.
Lihat saja jutaan orang dari berbagai belahan dunia setiap tahun datang ke Bali untuk melihat budaya lokal yang khas di sana. Selain faktor utama dari hidupnya kesenian tradisi di Bali adalah menjadi bagian dari agama, industri pariwisata juga turut menopang kelestarian dan perkembangan kesenian tradisi, baik yang sakral maupun yang profan” ujarnya.
Maka oleh karena itu, menurutnya “dari pertanyaan dan permasalahan itu, kita harus mengkaji ulang sebuah penghargaan untuk peningkatan seni budaya tersebut, agar tidak hanya diberikan kepada orang tertentu yang sudah mendapatkannya diwaktu sebelumnya.
Serta juga harus dipikirkan dengan baik, bahwa bukan modernitas yang menjadi sumber masalah, tapi keselarasan antara budaya lama dan baru, serta kesinambungan sistem pendidikan, pembinaan juga penyediaan sarana dan prasarana yang baiklah yang akan memajukan kesenian tradisional daerah” pungkas dosen Sendra Tasik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini. ara/mb05



Tidak ada komentar:

Posting Komentar