Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

110811-kamis(jumat)-kritik Prof Lambut.1

Photo: Prof MP Lambut

Berhentilah Berdebat Tentang Siapa Orang Banjar

BANJARMASIN – Polemik tentang asal usul dan jati diri orang Banjar, tentang identitas kesenian daerah, serta wacana-wacana mengenai pelestarian, pembinaan dan pengembangannya, terus diperdebatkan oleh seniman dan budayawan Banjar. Sementara akar permasalahan tidak tersentuh dan berusaha untuk diperbaiki.    
Bahkan ada menginginkan dan mengusulkan, agar orang Banjar itu harus seperti ini dan seperti itu, bahwa kebudayaan Banjar itu asalnya dari mana dan persamaannya dengan kebudayaan mana, lalu membandingkannya dengan kebudayaan daerah lain, hingga memperdebatkan yang dinamakan orang Banjar itu seperti apa!
Mengkritik dan mengomentari perdebatan seniman dan budayawan selama ini, baik dalam forum dialog atau diskusi resmi ataupun tidak resmi, Prof MP Lambut, pada Rabu (10/8) dengan tegas mengatakan kepada Mata Banua “jangan melihat diri kita dengan orang lain, saya ya saya, ini hidup saya, tidak bisa orang lain mengatur saya.
Saya ingin hidup saya ini, tidak diatur oleh orang lain, tidak boleh karena saya mempunyai persamaan dengan orang lain, lalu saya disamakan dengan orang lain, saya tidak mau seperti itu.
Kita mempunyai pandangan menemukan jati diri dengan ilmu-ilmu macam-macam dengan ini dan itu, saya mau apa dengan orang Banjar ini, saya mau kemana, ini hak saya. Apa saya disuruh menjadi orang Jawa, saya orang Banjar, habis perkara. Apa yang dikehendaki orang banjar, bukan apa yang saya kehendaki.
Saya kira, sering kali kita berputar-putar, mempersoalkan orang Banjar itu asal usulnya dari mana, kita tidak bisa mengembalikan masa lalu yang sudah hilang, kita hanya berteori, dan teori itu berubah-ubah” ujarnya.
Kemudian kata budayawan sepuh Banjar, yang juga dosen senior Universitas Lambung Mangkurat ini meneruskan “hanya wacana-wacana saja, tidak akan menghasilkan keputusan dan kesepakatan, tanpa ada keputusan dan kesepakatan, perdebatan tidak akan pernah ada habisnya.
Sementara kita melupakan akar permasalahan yang paling dasar. Kalau memang dikatakan bahwa akar budaya kita berasal dari sungai, marilah kita pelihara sungai dengan baik. Tapi pada kenyataannya, lihat saja sungai Martapura sudah hancur lebur, karena kita sudah kehilangan akar budaya air, kita membuang kotoran disitu, lalu kita menghancurkan diri sendiri” pungkasnya. ara/mb05


Tidak ada komentar:

Posting Komentar