Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

130711-rabu(kamis)-TB.PKBSS-tari balian bulat (Dm.150711)

Photo: mb/ara
KAGUM – Persembahan tarian Balian Bulat dari kabupaten Tabalong, membuat penonton berdecak kagum

Tari Balian Bulat Semanis Madu

BANJARMASIN – Gemulai tarian Balian Bulat, disertai gemerincing beraturan gelang tembaga ditangan kanan penari, mengiringi irama gamelan suku dayak Maanyan. Ditambah dengan gerakan elastis dua penari anak laki-laki, yang melipat tubuhnya menjadi bulat, membuat penonton berdecak kagum.
            Tari Balian Bulat yang dibawakan sanggar Bamelum, berasal dari legenda suku dayak Maanyan adalah tari pedalaman yang dipersembahkan oleh kabupaten Tabalong, pada Sabtu, 9 Juli 2011 yang lalu, pada pukul 20.30 Wita dalam Pekan Kemilau Banua Seribu Sungai (PKBSS) Taman Budaya (TB) Kalsel.
            Seusai penampilan di Gedung Balairung Sari TB Kalsel, Arpani pelatih tari Balian Bulat, dengan logat dayaknya menceritakan kepada Mata Banua “sanggar Bamelum didirikan pada 2008, di desa Warukin kabupaten Tabalong. Desa Warukin sendiri adalah satu-satunya desa tempat warga suku dayak Maanyan yang ada di Kalsel.
            Para penari semuanya dari generasi muda yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan SMP, sedang pemain gamelannya memang dari generasi tua, karena ada beberapa alat gamelan yang iramanya sulit dimainkan” ujarnya.
            Menurut Arpani “tari Balian Bulat sendiri berasal dari dua legenda suku dayak Maanyan. Legenda pertama menceritakan tentang Nawuraha, seorang warga dayak yang mencari dan membuka lahan baru di hutan belantara yang belum terjamah manusia.
            Nawuraha mendapat firasat gaib, bahwa untuk mendapatkan tempat bermukim yang baik, ia harus membidikkan anak panahnya ke suatu tempat. Dan anak panah yang dilepaskannya, tersangkut di atas pohon Lelatung yang biasa menjadi tempat bersarang Wanyi (Tawon). Di sekitar pohon itulah Nawuraha membuka pemukiman.
            Tempat itulah yang kemudian dikenal sebagai desa Warukin atau Waruken, yang merupakan paduan kata dari Weruk atau Beruk (kera) dan Papakin (jenis buah durian yang isinya berwarna kuning).
            Legenda ke dua, menceritakan tentang seorang warga desa Warukin, yang menyepi ke hutan belantara untuk mencari pencerahan dan makna hidup. Tiba-tiba, muncul penjaga kampung yang tidak lain adalah Nawuraha, yang memberikan buah semangka yang harus dihabiskannya. Setelah buah dimakan, tubuhnya menjadi elastis dan dapat melingkar seperti buah semangka.
            Dua legenda inilah yang menjadi dasar dari tari Balian Bulat, yang maknanya adalah bahwa dalam menghadapi kehidupan ini, seseorang harus memiliki pendirian dan keyakinan yang bulat kepada yang maha kuasa.
            Pada pertengahan tari Balian Bulat, penari akan menyerahkan botol madu kepada beberapa penonton, sebagai cenderamata dan hasil dari sarang wanyi yang menjadi legenda desa Warukin” tutur Arpani.
            Sementara itu, salah satu penari tari Balian Bulat, saat ditanya Mata Banua, dengan senyum manis, berkata “berat gelang tembaga ini sekitar setengah kilogram, pada awalnya terasa berat, tapi karena sudah terbiasa, jadi terasa ringan” ujar Novia yang baru lulus dari SMP, ia sudah belajar menari semenjak kelas tiga SD. Novia berharap kesenian daerah lebih maju dan banyak yang meminatinya.
            Bambang Rukmana, ketua Dewan Kesenian Tabalong, yang juga sebagai Kasi Staf Dinas Pariwisata Tabalong, mengatakan “kami akan terus mencoba mengangkat akar budaya yang ada di kabupaten Tabalong, karena disamping hiburan, juga terdapat nilai-nilai kearifan lokal, sebuah keyakinan unsur seni yang bisa menjadi profesi bagi anak-anak kedepannya.
            Saat ini, Dinas Pariwisata Tabalong, telah membentuk 12 sanggar seni, yang menjadi penyambung dari program dinas pariwisata. Mudah-mudahan pada 2013, kami jadi menggelar penampilan seni ke Malaysia” pungkasnya. ara/mb05


Tidak ada komentar:

Posting Komentar