Isi Berita

Rilis yang di buat oleh ARAska dalam melaksanakan tugas sebagai Jurnalis

Sabtu, 31 Desember 2011

180811-kamis(jumat)-H Matani (Dm.di Berita Kaki.hal 1)

Photo: H Matani

Ragam Keahlian Tradisional Dari Tokoh Tua Yang Tersisa

MASYARAKAT Banjar adalah kelompok sosial heterogen, yang terkonfigurasi dari berbagai suku bangsa dan ras, yang selama ratusan tahun telah menjalin kehidupan bersama, sehingga kemudian membentuk identitas etnis atau suku Banjar.
Diantara ras dari masyarakat Banjar adalah suku Dayak, yang hingga kini beberapa adat istiadanya, masih terpelihara hingga sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya daerah Kalsel.
Suku Dayak sendiri terbagi lagi menjadi beberapa suku, salah satunya adalah suku Dayak Bakumpai, yang mempunyai ritual pengobatan tradisional yang dinamakan Badewa. Sedangkan prosesi pengobatan tradisional dalam bahasa Banjar, disebut batatamba dan pelakunya di sebut tabib.
Secara umum ahli pengobatan tradisional pada suku Dayak disebut balian, dan pada suku Dayak Bakumpai ahli pengobatan Badewa di sebut Padewa.
Tidak banyak kini tersisa, tokoh tradisional daerah yang mempunyai beragam keahlian, baik dalam budaya tradisi suku maupun kesenian tradisional Banjar. Ragam keahlian yang memang bermula dari kecintaan akan kesenian tradisi daerah, yang sepatutnya dicontoh oleh generasi muda.
H Matani adalah salah satu tokoh keturunan dayak Bakumpai, yang bisa melakukan ritual pengobatan tradisional Badewa. Keahliannya bukan cuma sebagai Padewa, tetapi juga sebagai seniman tadisional. Pada sanggar Seni Sinar Pusaka Selidah yang dibinanya, terdapat beragam kesenian tradisional Kalsel, seperti wayang kulit, wayang gong, mamanda, kuda gepang, tari topeng, musik panting, dan beladiri tradisional Kalsel yaitu kuntau.
Dalam perbincangan Mata Banua dengan H Matani di tempat kediamannya yang telah ditempati selama 16 tahun, yaitu di jalan Arya Bujangga kelurahan Berangas Timur kecamatan Alalak Kabupaten Batola, pada akhir April yang lalu.
Dengan bahasa Banjar berlogat Dayak, ia menuturkan  “seorang pemain wayang gong harus bisa ilmu beladiri kuntau dan menari, dalam ilmu beladiri aku menguasai jurus bangkui dan simbing, yang aku pelajari dari empat orang guru yang semuanya sudah meninggal dunia, antara lain guru kuntau Marjunit, Jagau, dan Biye. Rata-rata dalam seni beladiri pertarungan, jurus-jurus kuntau sangat mematikan.
Kalau bermain wayang gong, aku berperan sebagai Hanoman Pancasona, apabila bermain mamanda, aku berperan sebagai menteri atau pembantu raja” kata H Matani yang sudah belajar kesenian semenjak umur 14 tahun.
H Matani atau dikenal dengan panggilan pak Rudi, dilahirkan pada 27 April enam puluh tahun yang lalu. Rudi adalah nama anak pertama H Matani. Sedangkan mengenai kemampuannya sebagai Padewa, sudah dikuasainya semenjak 30 tahun yang lalu, tepatnya semenjak 1981 dan lebih dari 4290 pasien yang sudah ia tangani. “Alhamdulillah semua sembuh setelah diobati” ujarnya.
Menurut H Matani, kemampuan Padewa yang dimilikinya diwarisi dari leluhur, ia adalah keturunan ke enam dari datu kutai dan datu radap (dua saudara). Pada generasi keluarganya sejak datu kutai, kemampuan Padewa selanjutnya diwarisi oleh Bukusin, lalu di warisi oleh H Jahri, hingga kemudian di warisi oleh H Matani.
Jalur pewarisan Padewa, tidak harus dari satu garis keturunan, dan hanya bisa di warisi oleh keturunan laki-laki saja, tapi dari keturunan perempuan juga bisa mewarisinya. Bisa saja dari keturunan pihak saudara melompat ke saudara yang lain, atau yang mulanya dari pihak ibu, kemudian diwarisi oleh keturunan pihak paman, tetapi semuanya masih bermula dari keturunan awal yang pertama sebagai Padewa yaitu datu Kutai.
Oleh karena itu, tidak semua keturunan datu Kutai, sanggup menjadi Padewa, karena memang harus mempunyai jiwa yang kuat, dan kata H Matani “urang nang kada jujur wan mancari harta haja kada kawa manjadi Padewa, sualnya gasan manulung urang kada bulih maminta bayaran. Bila maminta bayaran itu dingarani dukun, bagi urang Banjar mun manjadi dukun tu gawian nang kada baik. (orang yang tidak jujur tidak bisa menjadi Padewa, karena untuk menolong orang yang kesusahan tidak dibolehkan meminta bayaran. Apabila meminta bayaran itu di sebut dukun, di mata orang Banjar yang menjadi dukun adalah profesi yang tidak baik)” pungkasnya. ara/mb02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar